Namun ini menimbulkan masalah jika perusahaan farmasi menuai keuntungan dari penemuan peneliti tanpa kompensasi. Isabel mengatakan pemikiran seputar ancaman pandemi yang muncul di masa depan harus berubah pasca-Covid. "Jika ini benar-benar darurat, WHO bahkan harus memiliki pesawat (untuk mengirim virus ke para ilmuwan)," jelasnya. "Jika Anda
JAKARTA - Setiap harinya, dalam pikiran manusia kerap dipenuhi dengan bayangan-bayangan di masa depan. Namun terlalu memikirkan masa depan, sama seperti membeli furnitur untuk rumah yang bahkan belum dibangun. Ketika furnitur tersebut berada di tangan, kita tidak punya tempat untuk meletakkannya. Akibatnya, barang-barang itu akan memadati hidup di masa sekarang. Dengan kata lain, terlalu memikirkan masa depan sama artinya dengan mengisi hari-hari dengan pikiran, perhatian, antisipasi, dan kecemasan yang mungkin tidak akan pernah terjadi. Dalam sebuah artikel yang diunggah di About Islam, manusia kerap terburu-buru menuju masa depan demi sesuatu yang disebut sebagai kebaikan. Saat masih anak-anak, tidak sedikit yang ingin cepat besar sehingga bisa bermain dengan teman-teman lain yang lebih tua. Pun saat remaja, kita tidak bisa menunggu untuk menjadi dewasa dan bebas dari batasan orang tua. Nantinya saat dewasa, manusia sudah bermimpi tentang masa pensiun ketika akhirnya dapat menikmati semua waktu luang yang ada. Manusia kerap memiliki kecenderungan bergegas ke masa depan demi kebaikan yang dirasa ada di sana. Tetapi tidak ada yang bisa menjamin hari esok. Tidak ada jaminan apa pun darinya. Ketika kita menaruh terlalu banyak harapan di hari esok, hal ini berisiko membawa hasil yang berbahaya. Manusia akan mulai merasa berhak atas masa depan tertentu yang mungkin tidak pernah datang. Ketika masa depan yang diharapkan itu tidak terjadi, manusia bisa menjadi sangat emosional dan sengit. Lebih parah, manusia bisa kehilangan momen menikmati berkah yang didapat di momen saat ini. Allah SWT telah memberi tahu tentang itu dalam Alquran dengan sangat jelas. Dalam QS An-Nahl ayat 1, Allah SWT berfirman, "Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat datangnya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan". Ayat ini mengingatkan tentang sifat Hari Akhir yang tidak diketahui, tetapi juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang akan telah diatur akan datang pada saatnya. Manusia diminta untuk sabar hingga saatnya tiba. Jika harus menjalani hidup dengan berpikir dan berharap untuk masa depan, hal ini dapat dilakukan dengan mengingat kita akan menerima yang baik di kehidupan selanjutnya, untuk kebaikan yang kita lakukan dalam kehidupan ini. Namun, kita hanya bisa bertemu dengan kesenangan di akhirat dengan mengambil tindakan di masa sekarang. Jadi mari berharap untuk rahmat Allah dan menyerahkan masa depan kehidupan ini kepada kehendak Allah. Alasan lain seorang manusia memikirkan masa depan karena memikirkan kemungkinan kejahatan yang bisa saja terjadi. Sebagai manusia, kita sering menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan hal-hal buruk apa yang akan terjadi di depan. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
ISESCPdan masa depan dunia Islam dibahas dalam UNA-OIC. ISESCP dan masa depan dunia Islam dibahas dalam UNA-OIC. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; BUKU REPUBLIKA; REPUBLIKA NETWORK; Saturday, 23 Sya'ban 1443 / 26 March 2022. Menu. HOME; RAMADHAN
Oleh Tim kajian dakwah alhikmah – Allah swt. sebagai Pencipta alam semesta dan segala isinya, tidak mungkin mencelakakan ciptaan-Nya. Dalam berbagai ayat disebutkan bahwa Allah rabbul aalamiin. Imam Ibnul Jawzi dalam tafsirnya Zaadul Masiir mengatakan bahwa kata “ar-Rab” mengandung tiga makna a pemilik seperti dikatakan rabbud daar pemilik rumah a pemelihara seperti dikatakan rabbusy syai’ pemelihara sesuatu c tuan yang ditaati, seperti dikatakan dalam ayat fayasqi rabbahu khamra maka ia memberi tuannya minuman khamer. Semua makna ini menunjukkan betapa Allah swt. akan menjaga kelestarian ciptaan-Nya sampai pada saat yang Dia tentukan. Dan untuk mewujudkan kelestarian ini, Allah telah meletakkan hukum atau sistem mengatur perjalanan segala wujud di alam semesta, dan jalan hidup manusia. Islam Sebagai Way Of Life Khusus mengenai sistem yang mengatur jalan hidup manusia Allah menyebutnya dengan nama Al-Islam. Allah berfirman “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” QS. Ali Imran 19. Dalam ayat yang lain “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” QS. Ali Imran 85. Ini menunjukkan bahwa hanya Islam yang Allah akui sebagai jalan hidup manusia. Tanpa Islam manusia akan celaka. Sebab otak manusia yang Allah ciptakan kapasitasnya bukan untuk mengarang agama sendiri. Karenanya agama apapaun karangan otak manusia tidak mungkin bisa menjadi pegangan. Islam Agama Fitrah Lebih jauh, Allah menciptakan manusia dengan bekal fitrah yang sesuai dengan ajaran-Nya baca Islam. Karenanya manusia sepanjang sejarah tidak akan pernah bisa lari dari seruan fitrahnya. Bila ia menjauh dari seruan fitrah tersebut, ia pasti akan meronta-ronta. Kegelisahan demi kegelisahan akan terus mencekam dalam jiwanya. Tak terhitung kasus yang membuktikan bahwa begitu banyak manusia yang bunuh diri hanya karena kekeringan jiwa, padahal secara kebutuhan materi mereka bisa dikatakan terpenuhi. Hasil penelitian WHO, seperti diungkap harian Republika 11/10/2006, membuktikan bahwa 873 ribu manusia melakukan bunuh diri di dunia setiap tahunnya. Dan setiap 45 tahun terakhir angka tersebut rata-rata naik 60%. Bahkan di Jepang -negara yang terkenal maju secara teknologi- sempat terdata bahwa angka bunuh diri dalam satu tahun mencapai 30 ribu orang. Sebab utama tindakan bunuh diri ini rata-rata karena ketercekaman jiwa. Tidak hanya ini yang mereka lakukan, di internet begitu banyak jumlah situs yang mengajarakan bagaimana seseorang melakukan bunuh diri dengan cepat. Betapa kenyataan ini semua menunjukkan bahwa manusia benar-benar diambang kehancurannya ketika tidak mengikuti Islam. Mereka tidak akan pernah bahagia di dunia maupun di akhirat tanpa kembali kepada Islam. Sebab hanya Islam yang Allah seting paling sesuai dengan panggilan fitrahnya. Karena itulah, sekalipun manusia berusaha menghancurkan Islam sepanjang sejarah, Islam tidak akan pernah musnah. Dibanding agama-agama lain, Islam adalah agama yang paling banyak dimusihi. Allah berfriman “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi orang dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.” Al-Anfal 36. Dalam surat Ath Thariq 15 “Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.” Di ayat lain “Mereka ingin hendak memadamkan cahaya agama Allah dengan mulut ucapan-ucapan mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” QS. Ash-Shaf 8. Tetapi Allah berjanji bahwa sampai kapanpun manusia tidak akan pernah berhasil melakukan tindakan makarnya. Allah berfirman “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk Al Qur’an dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” QS. At-Taubah 33. Perhatikan ketika Allah yang menjamin untuk menjaga agama ini, nampak bahwa segala upaya yang ditempuh para musuh, Allah mentahkan. Lebih dari itu, jumlah pemeluknya justru semkain bertambah dari masa ke masa. Ini adalah fakta yang membuktikan bahwa manusia cerdas masa depan pasti akan kembali kepada Islam. Mereka tidak akan pernah menerima agama yang tidak otentik dan tidak sesuai dengan fitrahnya. Mereka pasti akan segera mengkritisi berbagai penyimpangan yang terdapat dapat ajaran agama-agama tersebut. Islam Agama Kemanusiaan Islam adalah agama yang sangat menghargai kemanusiaan. Karenanya dalam Islam setiap prilaku yang yang tidak manusiawi harus diperangi. Tidak ada dalam Islam pembedaan antar sesama muslim hanya karena perbedaan kulit atau ras. Pun tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, semua muslim adalah sama sederajat seperti barisan gigi sisir. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Hanya kwalitas ketaqwaan yang membedakan di antara mereka. Artinya siapa yang paling tinggi derajat ketakwaannya, dialah yang paling tinggi derajat kemanusiaanya di sisi Allah. Dalam beribadah pun Islam melarang cara-cara beribadah yang tidak manusiawi. Rasulullah saw. pernah suatu saat menegur tiga orang sahabatnya yang masing-masing ingin melakukan ibadah dengan cara tidak manusiawi Yang pertama ingin menegakan shalat malam dan tidak tidur, yang kedua, ingin berpuasa dan tidak berbuka dan yang ketiga tidak ingin menikah. Lalu Rasulullah saw. dalam tergurannya tersebut menyebutkan “Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku juga tidur dan menikah. Maka barangsiapa menolak sunnahku bukan termauk golonganku.” Ahmad. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. memberikan contoh yang manusiawi dalam beribadah. Dengan kata lain seperti yang dikatakan Imam An nawawi al iqtishaad fil ibadah artinya tidak terlalu menyepelekan dan tidak terlalu menyiksa diri di luar batas kemanusiaannya lihat Riyadhush shaalihiin, Imam An nawawi, Darul Warraq 1996, Syeikh Abul Hasan An Nadwi, seorang pemikir muslim dari India, menulis sebuah buku judulnya ” maadzaa khasiral aalam bin khthaathil muslimiin” kerugian yang menimpa manusia karena keterpurukan umat Islam. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak akn pernah menemukan kemanusiaanya selama tidak kembali kepada islam. Terbukti memang bahwa manusia tanpa Islam, benar-benar hidup dalam kebingungan. Disebutkan dalam buku tersebut bahwa pada zaman jahiliah -sebelum datangnya Islam- kaum wanita didzalimi. Mereka tidak mendapatkan hak-hak kemanusiaannya sama sekali. Tidak sedikit dari putri-putri mereka yang dibunuh hidup-hidup. Jauh sebelum itu di Ramawi pada abad ke VI masehi manusia sungguh terpuruk dalam kebinatangan. Tontonan yang paling menyenangkan pada waktu itu adalah pertarungan yang berdarah-darah dan bahkan tidak sedikit yang harus melayangkan nyawanya. Para gladiator diadu dengan sesama mereka, atau mereka dipaksa harus bertarung melawan binatang buas seperti singa dan lain sebagainya. Suatu pertarungan yang menunjukkan tingkat kejamnya manusia terhadap kemanusiaannya sendiri. Dengan kata lain di sana nampak bahwa manusia benar-benar tidak ada harganya sama sekali. Islam Agama Yang Menegakkan Keseimbangan Di dalam Islam manusia menemukan dirinya benar-benar diperlakukan secara seimbang a Seimbang antara fisik dan ruhani. Artinya tidak seperti agama lain yang cendrung menghilangkan makna keseimbangan ini. Sebagian agama cendrung meletakkan manusia sebagai mahluk ruhani saja, sehingga ia dilarang memenuhi kebutuhannya fisiknya, seperti tidak boleh menikah dan lain sebagainya. Sebagian yang lain cendrung menyikapi manusia sebagai mahluk fisik saja, sehingga ia diajarkan menyembah materi, bukan menyembah Allah yang ghaib. Tuhan mereka divisualisasaikan menjadi patung. Hidup mereka bergelimang materi tanpa ada unsur ruhaninya sama sekali. Islam tidak demikian. Islam meletakkan manusia sebagai mahluk fisik dan ruhani sekaligus. Tidak ada dalam Islam hak-hak kemanusiaan yang digerogoti. Semuanya, baik fisik maupun ruhani dipenuhi secara seimbang. Perhatikan Rasululllah saw. sebagai contoh yang paling konkrit dalam hal ini. Ia berpuasa dan juga berbuka, ia juga menikah dan mengurus istri-istrinya, pun ia juga shalat malam dan tidur. Jadi tidak ada yang diabaikan dari hak-hak fisik dan ruhani. Bahkan Rasulullah bersabda “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada seorang mukmin yang lemah” HR. Muslim no. 4816 Ini menunjukkan perhatiannya kepada pentingnya pembinaan fisik, lalu dalam hadits ketika menegaskan tetantang hakikat ihsan ia bersabda “hendaknya kau menyembah Allah sekan melihatNya, dan jika tidak, ingatlah bahwa Ia melihamu” HR. Muslim no 8. Ini menggambarkan bagaimana seharusnya manusia membina ruhaninya. Dalam kesempatan lain Rasulullah saw. pernah mengucapkan “Celakalah mutanath thi’uun tiga kali.” HR. Muslim no 2670. Artinya celaka orang-orang yang berlebih-lebihan dalam beribadah. Bahkan suatu saat ketika Aisyah memberitahukan mengenai seorang wanita yang berlebih-lebihan dalam menegakkan shalat, Rasulullah saw. segera menegurnya “hendaknya kau mengerjakan itu sebatas kemampuanmu, dan Allah tidak akan pernah bosan memberikan pahala yang setimpal dengan amalmu sampai kau sendiri yang bosan”. HR. Bukahri 3/31, Muslim no 785. Ini semua menunjukkan betapa mempertahankan keseimbangan antara jasmani dan ruhani adalah inti ajaran Islam. b Seimbang antara dunia dan akhirat. Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan bukan untuk di dunia saja melainkan juga di akhirat. Bahkan tujuan hidup manusia sebenarnya untuk akhirat, Allah berfirman “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Al-Qashash 77. Jadi berdasarkan ini dunia hanyalah keperluan. Sebab kehidupan hakiki yang seharusnya manusia capai adalah akhirat, Allah berfirman “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” Al-Ankabuut 64. Konsep keseimbangan ini tentu sangat berbeda dengan konsep materialisme yang hanya mengajarkan manusia menjadi mahluk materlistis. Sebab materialisme hanya membuat manusia menjadi seperti komoditi yang diperjual belikan, atau seperti mesin yang dipaksa harus bekerja siang dan malam tanpa ada kesempatan untuk ibadah dan berdzikir. Secara ruhani ia pasti akan mengalami kekeringan. Akibatnya ia akan menderita tidak hanya di dunia melainkan lebih dari itu di kahirat. Perhatikan Allah berfriman “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” QS. Thaha 124. Dalam ayat yang lain Allah menggambarkan kesalapahaman orang-orang kafir yang hanya sibuk membangun dunia “Tetapi kamu orang-orang kafir memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” Al-A’la 16-17. Di sini nampak bahwa mengutamakan dunia saja adalah langkah yang salah, melainkan harus keduanya dipersiapkan secara seimbang. Adanya Bisyaraat kabar gembira Allah berfirman “Musa berkata kepada kaumnya, Minta tolonglah kalian kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi ini kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” QS. Al A’raf 128. Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan akan diberikan kepada hamba-hambaNya yang bertakwa. Maksudnya adalah Islam dan umatnya. Dan ini pasti terjadi cepat atau lambat, sebab Allah tidak pernah mengingkari janji. Allah berfirman “innallaaha laa yukhliful mii’aad sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi janji.” Ali Imran 9. Rasulullah saw. dalam banyak kesempatan seringkali juga memberikan bisyarat ini. Rasulullah bersabda Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan untukku dunia, maka aku menyaksikannya dari ujung timur dan barat, dan kerajaan umatku akan melampaui timur dan barat seperti yang dikumpulkan untukku, dan aku diberi dua kekayaan emas dan perak atau kekayaan dua kerajaan Romawi dan Persia HR. Muslim no. 5144. Dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda “berilah kabar gembira kepada umatku dengan kemenangan, ketenangan di negerinya, pertolongan Allah, dan kemulyaan agamanya, siapa yang menjadikan amal akhiratnya untuk dunia, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat” HR. Imam Ahmad no 20273. Penutup Seluruh yang kita sebutkan di atas, menjadi bukti nyata bahwa Islam adalah agama masa depan. Sampai kapanpun manusia tetap akan membutuhkannya. Sebab ia adalah way of life, dan suara firahnya. Dengan Islam manusia akan memperlakukan dirinya sebagai manusia. Dan di saat yang sama ia akan bisa menajalani hidupnya secara seimbang di muka bumi. Lebih-lebih Allah dan Rasul-Nya telah menjanjikan bahwa Islam dan umatnya pasti akan menang. Dan Allah tidak pernah mengingkari janjiNya. Tetapi semua ini tidak bisa dicapai dengan hanya mengkahyal. Islam adalah pedoman hidup, yang harus diamalkan. Umat Islam harus bergerak untuk mengamalkannya tidak hanya dipojok-pojok masjid melainkan harus merambah ke dataran kehidupan nyata denga segala dimensinya; politik, sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Inilah Islam yang diyakini Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya. Perhatikan mereka tidak hanya duduk beribadah di masjid, melainkan terus bergerak menyebarkannya dan merealisakannya dalam kehidupan nyata, secara integral. Dan dengan upaya yang integral inilah, Islam dan umatnya benar-benar pernah mampu menalukkan dua kekuatan super power pada masanya Romawi dan Persia. Wallahu a’lam bishshawab. dkwt download
Memperkenalkanpandangan dunia islam dan tujuan ekonomi islam. Akar ekonomi islam masuk jauh ke dalam visi islam tentang sifat manusia. Bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan memiliki peran sebagi "Khalifah" dengan kemampuan fisik, mental, dan spiritual terbaik. MASA DEPAN EKONOMI ISLAM Masalah ekonomi zaman sekarang dan ketidakmampuan
BOGOR – Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masa depan. “Masa depan sangat diperhatikan dalam Islam,” kata Guru Besar IPB, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS, saat mengisi pengajian guru Sekolah Bosowa Bina Insani SBBI di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat 12/10.Kiai Didin mengupas Alquran Surat Al Hasyr 59 ayat 18, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”Kiai Didin juga mengutip sebuah hadis Rasulullah SAW yang menegaskan, “Didiklah anak-anakmu dengan sebaik mungkin, yang sesuai kebutuhan zamannya, sebab mereka akan hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu saat ini.”Melalui Surat Al Hasyr ayat 19, kata Kiai Didin, Allah menyuruh orang-orang beriman mempersiapkan hari esok dengan sebaik mungkin. “Masa depan itu tidak hanya di dunia, tidak kalah pentingnya adalah di akhirat. Masa depan itu harus direncanakan dengan baik. Masa depan harus kita desain dengan landasan iman dan takwa,” ujarnya. Mengambil semangat ayat Surat Al Hasyr ayat 19 dan hadis Rasulullah SAW di atas, hendaknya orang-oranga beriman mempersiapkan anak-anak mereka dengan sebaik mungkin. Hal itu penting agar mereka siap menghadapi masa depan yang penuh tantangan.“Anak-anak kita harus kita bekali dengan iman dan takwa. Kalau hanya dibekali sains dan teknologi, tanpa iman dan takwa, bisa menjerumuskan mereka,” ujar Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun UIKA Bogor. Didin menambahkan, “Anak-anak kita boleh menjadi apa pun sesuai dengan bidang mereka. Mau jadi dokter, guru, pengusaha, politisi atau yang lainnya. Tetapi ada syaratnya mereka harus mempunyai landasan iman dan takwa.”Pentingnya menanamkan landasan iman dan takwa itu tidak hanya di rumah, tapi juga di sekolah. “Tujuan pendidikan adalah mendidik insan-insan yang beriman dan bertakwa. Sekolah harus mendidik para siswanya agar menjadi orang-orang yang memiliki landasan iman dan takwa yang kuat,” kata lalu mengutip pendapat para pendidikan, bahwa dalam pendidikan itu ada dua hal yang penting. Pertama, unsur-unsur yang tetap atau tidak boleh berubah, yakni keimanan, ketauhidan dan ketakwaan kepada Allah. “Ini tidak boleh berubah karena perkembangan zaman, sepanjang masa, kapan pun dan di mana pun,” yang boleh berubah sesuai perkembangan zaman. Contohnya metode mengajar. “Metode itu penting. Bahkan, metode itu lebih penting daripada sekadar materi materi pelajaran,” ujar Didin. Namun, ada yang lebih penting daripada metode, yakni guru. “Semangat guru dalam mendidik dan mengajar anak-anak muridnya dengan sebaik mungkin sangat diperlukan. Guru yang punya inisiatif dan variasi dalam mengajar, sehingga pelajaran terasa ada ruhnya dan murid-murid belajar dengan penuh perhatian,” papar Kiai Didin Hafidhuddin. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
BeliKrisis Arab dan Masa Depan Dunia Islam di Ayo Baca. Promo khusus pengguna baru di aplikasi Tokopedia! Download Tokopedia App. Tentang Tokopedia Mitra Tokopedia Mulai Berjualan Promo Tokopedia Care. Kategori. Masuk Daftar. oppo a96 ms glow meja komputer masker sensi oppo a31
MALANG, – Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mengatakan, terdapat tiga tantangan global yang dihadapi oleh umat Islam saat ini. Tantangan itu berkaitan dengan upaya memajukan umat Islam di tengah masyarakat dunia. Tantangan pertama adalah persepsi bahwa Islam merupakan agama konflik dan mengatakan, persepsi ini muncul akibat konflik di negara-negara Muslim, khususnya di Timur Tengah. “Sekitar 60 persen konflik di dunia melibatkan negara-negara Islam,” katanya saat memberikan sambutan dalam Webinar Peran Santri di Era Milenial dan Disruptif Digital dalam rangka Hari Santri Nasional dan Dies Natalis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya UB, Selasa 10/11/2020. Baca juga Jerinx Saya Berjanji Tidak Membuat Gaduh Pihak yang Merasa Diganggu oleh SayaMa’ruf mengatakan, Islam telah dipersepsikan sangat buruk di Amerika Serikat. Banyak masyarakat Amerika Serikat yang memberikan penilaian buruk terhadap Islam. Ia kemudian menjelaskan bahwa hasil survei Pew Research tahun 2017 menggambarkan pandangan warga di Amerika Serikat terhadap Islam. Baca juga Jerinx Jika Divonis Bersalah, Saya Mohon Dihukum Percobaan atau Tahanan Rumah Dari hasl survei itu, lebih dari 41 persen warga AS melihat Islam pendorong terorisme dan kekerasan. "Sedangkan 44 persen melihat Islam dan demokrasi tidak dapat berjalan beriringan. Hampir 50 persen melihat bahwa sebagian warga Muslim adalah anti-Amerika" ujarnya. Hal yang sama juga terjadi di tengah masyarakat Eropa. Ma’ruf Amin menyampaikan, hasil survei di 10 negara di Eropa menunjukkan bahwa 50 persen masyarakat Eropa mamandang Islam secara negatif.
PerkembanganIslam Pada Masa Modern Perkembangan Islam pada masa modern terjadi semenjak tahun 1800 M sampai sekarang. Salah satu ciri kehidupan modern : 1. Menurut Alfin Taffler "Masyarakat Informasi" perkembangannya melahirkan empat tipologi kehidupan: - Bertumpu kepada paham positivisme - Mendorong manusia bersifat hedonisme dan
JAKARTA - "Apa yang akan terjadi pada pekerjaanku? Apa yang akan terjadi dengan uang saya? Apa yang akan dilakukan anak saya? Apakah dia akan memberontak? Apa yang akan dilakukan anak saya?" Dilansir di About Islam, Senin 22/6, kita begitu khawatir dengan hal-hal kecil ini sehingga kita lupa Allah mengendalikan masa depan dan Dia memilikinya. Sebenarnya, setan ingin agar kita khawatir tentang masa depan dan terus khawatir. Kita terus mengkhawatirkan orang lain tentang apa yang akan mereka lakukan dan bagaimana mereka akan merasa seperti dalam kendali mereka. Kita nyaris tidak bisa mengendalikan diri kita sendiri, tetapi kita pikir kita bisa mengendalikan apa yang akan dilakukan oleh orang lain di sekitar kita dan bagaimana masa depan mereka nantinya dan kita ingin mengendalikan masa depan mereka . Anda memiliki seorang ibu yang setiap hari bertanya, “Mengapa putri saya tidak punya bayi? Kapan dia akan punya bayi?" Kita sepenuhnya mengikuti keinginan setan. Itu bisa menjadi hal yang paling tidak bersalah, tetapi setan ingin kita menjadi seperti itu karena ketika kita melakukan itu maka kita tidak senang dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita. Kita dengan mudah lupa orang yang bertanggung jawab adalah Allah dan orang yang mengendalikan semua orang adalah Allah. Kita sebenarnya tidak bertanggung jawab atas anak-anak kita. Begitu mereka mencapai usia tertentu, apa yang mereka lakukan adalah antara mereka dan Allah. Yang bisa kita lakukan adalah memberi mereka nasihat, tetapi keputusan mereka akan menjadi milik mereka. Nabi Muhammad SAW berkata ke anak perempuannya tercinta dan berkata "Fatimah, putri Muhammad pemikirannya adalah milik Allah karena aku tidak dapat mengendalikan dia ketika berada di hadapan-Nya." Itulah yang dikatakan Nabi Muhammad kepada putrinya sendiri, jadi bagaimana kita memiliki kendali atas orang lain, bahkan di dalam keluarga kita sendiri? Allah ingin kita berpikir kita bertanggung jawab dan itu sebenarnya sesuatu yang hanya berhak Allah lakukan. Dan itu menghabiskan pikiran kita dengannya ketika mencoba untuk mengendalikan orang, itu menjadi bumerang, itu tidak pernah berhasil. Kita tidak pernah bisa mengendalikan orang. Ketika kita tidak bisa mengendalikan orang, kita menjadi semakin cemas, kita berpikir negatif terus-menerus dan ketika kita menjadi negatif terus-menerus, tidak mungkin bagi kita untuk bersyukur. … Dan Anda tidak akan menemukan kebanyakan dari mereka bersyukur [kepada Anda]. Alquran Al araf ayat 17. Mereka tidak bersyukur karena mereka akan berpikir negatif setiap saat, mereka akan cemas tentang masa depan sepanjang waktu. Ini adalah salah satu trik setan untuk membuat kita bingung bahwa kita ada hubungannya dengan masa depan dan membuat kita pesimis tentang masa depan. Tidak ada yang akan berhasil, itu semua akan menjadi buruk. Ketika kita menjadi sangat negatif dan kemudian menular. Jadi, jika kita pesimistis, bagaimana kita bisa memiliki harapan pada Allah? Bagaimana kita bisa memiliki rasa pesimis dan kepercayaan pada Allah dalam satu waktu? Dengan hati apa kita berdoa kepada Allah jika kita telah menerima kekalahan di dalam diri? Dengan demikian kita memutuskan hubungan paling penting yang kita miliki dengan Allah, yang meminta dan berharap kepada-Nya. Setan tidak memiliki harapan dan dia ingin kita tidak memiliki harapan. Ini adalah serangannya dari depan.
MASADEPAN DUNIA ISLAM - Menurut hadits shahih, masa akhir zaman ini terbagi menjadi lima. Pertama, masa kenabian, saat Rasulullah masih Download Koleksi Ceramah Ustadz Yusuf Mansyur Wisata Hati
Abdullah, M. Amin, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1995 ________, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1996 ________, Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer, Yogyakarta IB Pustaka, 2020 Ahmed, Akbar S., “Ibn Khaldun’s Understanding of Civilization and the Dilemmas of Islam and West Today,” The Middle East Journal, Vol. 56, No. 1. Winter, 2002 Amin, Samir, “The Future of Global Polarization,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed.. Ashroft, Bill, Post-Colonial Transformation, London Routledge, 2001 Bagghi, Kumar, “Globalisation India a Critique an Agenda for Financiers and Speculators,”; Kwan-Yeon Shin, “Globalisation and Class Politic in South Korea,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, 119-178. Birch, Anthony H., The Concepts and Theories on Modern Democracy, London Routledge, 2001 Bustaman-Ahmad, Kamaruzzaman, “Hubungan Agama dan Negara Pengalaman Indonesia Bahagian Pertama, PEMIKIR Membangun Minda Berwawasan, No. 30, Oktober-Desember 2002 ________, Satu Dasa Warsa the Clash of Civilizations Membongkar Politik Amerika di Pentas Dunia, Yogyakarta Ar-Ruzz, 2003. Carter, April, The Political Theory of Global Citizenship, London Routledge, 2001. Esposito, John L., “Clash of Civilization? Contemporary Images of Islam in the West,” dalam Gema Martin Munoz ed., Islam, Modernism and the West Cultural and Political Relations at the End of the Millenium, New York Tauris, 1999, 94-108. Fakih, Mansour, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta Pustaka Pelajar dan INSIST, 2001 Fukuyama, Francis, The Great Disruption Human Nature and the Reconstruction of Social Order, New York The Free Press, 1999 Golzani, Mehdi, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an, Bandung Mizan, 2003 Guiderdoni, Bruno, “How Did the Universe Begin? Cosmology and Methaphysics for the XXIst Century,” Makalah disampaikan dalam International Conference of Religion & Science in the Post-Colonial World,” Yogyakarta, 2-5 Januari 2003 Hafez, Kai, “Islam and the West The Clash of Politicised Perceptions,” dalam Kai Hafez ed., The Islamic World and the West An Introduction to Political Cultures and International Relations, Leiden Brill, 2000 Harvey, David, “Globalisation in Question,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed. “Introduction Globalisation or the Coming of Age of Capitalism,” dalam Johanes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, London and New York Routledge, 2000 Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik,Jakarta Paramadina, 1996. ________, “Hermeneutical Problems of Religiuos Language,” Al-Jami’ah, No. 65 2000 Hittleman, James H., “The Future of Globalisation” makalah dalam The Pok Rafaeh Chair Public Lecture, Institut Kajian Malaysia dan Antarbangsa, Universiti Kebangsaan Malaysia, 10 Agustus 1999. Hittleman, James H., dan Othman, Norani ed., Capturing Globalisation, New York Routledge, 2001, 1-16. Diakses 30 Juni 2021, Huntington, Samuel P., The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, New York Touchstone Books, 1998 Ismail, Mohammad Saleh, “IT Usage Challenges and Opportunies in Globalisation”, Symbiosis Technology Park Malaysia, October 2001 Jaaffar, Johan, “Cabaran Media Hari ini Antara Kebenaran dan Wibawa Moral,” PEMIKIR, Oktober-Desember 2000 159-206. Jenie, Umar A., “Relation Between Islamic Ulamas and Scientist From Conflict to Dialogue,” Makalah disampaikan dalam International Conference of Religion & Science in the Post-Colonial World,” Yogyakarta, 2-5 Januari 2003 Kung, Hans, Etika Ekonomi-Politik Global Mencari Visi Baru bagi Kelangsungan Agama di Abad XXI, terj. Ali Noer Zaman, Yogyakarta Qalam, 2002 Leksono-Supelli, Karlina, “Cosmology and the Quest for Meaning,” Makalah disampaikan dalam International Conference of Religion & Science in the Post-Colonial World,” Yogyakarta, 2-5 Januari 2003. Levine, Mark, “Muslims Responses to Globalisation”, ISIM Newsletter, No. 10 2002 Lubeck, Paul M., “The Islamic Revival Antinomies of Islamic Movements Under Globalization,” dalam Robin Cohen dan Shirin M. Rai ed., Global Social Movements, New Jersey The Athlone Press, 2000 Maarif, A. Syafii, “Dunia Sedang Memasuki Era Baru Internasionalisme Amerika,” Panjimas, September 2003 Mahrus, “Kontroversi Produk Rekayasa Genetika yang Dikonsumsi Masyarakat,” Jurnal Biologi Tropis, Vol. 14 No. 2 Juli, 2014 108-119. Malik, Ghulam Farid, “Efforts of the Moslem Communities to Apply the Qur’anic Values towards World Peace A Historical Perspective,” dalam Azhar Arsyad, Jawahir Thontowi, dan M. Habib Chirzin ed., Islam & Perdamain Global, Yogyakarta Madyan Press, The Asia Foundation dan IAIN Alauddin Makassar, 2002 Martin, Richard C. ed., Approaches to Islam in Religious Studies, Arizona The University of Arizona Press, 1985; Taufik Abdullah dan M. Ruslim Karim ed., Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta Tiara Wacana, 1989. Masud, Muhammad Khalid ed., Travellers in Faith Studies of the Tablighi Jama’at as a Transnational Islamic Movement for Faith Renewal, Leiden Brill. 2000. McMichael, Philip, “States and Governance in the Era of Globalisation,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed.. “Introduction Globalisation or the Coming of Age of Capitalism,” dalam Johanes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, London and New York Routledge, 2000. Meuleman, Johan Hendrik, “Tradition and Renewal with Islamic Studies in South-East Asia The Case of the Indonesian IAINs” in Islamic Studies in ASEAN – Presentations of an International Seminar College of Islamic Studies, Prince of Songkhla University, Pattani, 2000, 283-99 Mohamad, Mahathir, The Issue and Challenges in the 21st Century,” Symbiosis Technology Park Malaysia, Oktober 2001 ________, Globalisation and the New Realities, Selangor Pelanduk, 2002 Mohammed Abed al-Jabiri, “Contemporary Arab Views on Globalisation” dalam Muniron, “Pandangan Al-Ghazali tentang Ittihad dan Hulul” Paramadina, Vol. 1, No. 2 1999 Murata, Sachiko, “Pengalaman Saya Mengajar Islam di Barat,” Ulumul Qur’an, Vol. V, No. 2 1994 Pasiak, Taufiq, Tuhan dalam Otak Manusia Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains, Bandung Mizan, 2012 Prasetyo, Hendro, dan Munhanif, Ali, dkk., Islam dan Civil Society Pandangan Muslim Indonesia, Jakarta Gramedia dan PPIM IAIN Jakarta, 2002. Rakhmat, Jalaluddin, “Tuhan yang Disaksikan Bukan Tuhan yang Didefenisikan,” Paramadina, Vol. 1, No. 1 1989 Rizvi, Fazal, “Debating Globalization and Education After September 11”, Comparative Education, Vol. 40, No. 2, Special Issue 28 Postcolonialism andComparative Education May, 2004 157-171 Rochmat, Saefur, “Studi Islam di Indonesia Era Millenium Ketiga,” Millah Jurnal Studi Agama, Vol. 2, No. 1 2002 37-49. Rundell, Michael, ed., Macmillan English Dictionary for Advanced Learners, Oxford Bloomsbury Publishing, 2002 Russel, Robert J., “Theology and Science Current Issues and Future Directions,” hhtp// Diakses 29 Juni 2021. Schmidt, Johannes Dragsbaek, dan Hersh, Jacques, “introduction Globalisation or the Coming of Age of Capitalism,” dalam Johanes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, London and New York Routledge, 2000 The Freedom House Survey Team, “Freedom in World 2002 The Democracy Gap,” Diakses 30 Juni 2021. Thiselton, Anthony C., New Horizons in Hermeneutics, Michigan Zondervan Publishing House, 1992. Voll, John O., “Islamic Studies after Orientalism and Area Studies”, dalam Isma-ae Alee ed., Islamic Studies in Asean Presentation of an International Seminar, Thailand College of Islamic Studies Prince of Songkla University, 2000 Waardemburg, Jacques, “The Language of Religions and the Study of Religion as Sign System?,” ini Lauri Honko ed., Science of Religion Studies in Methodology, Paris Mouton Publishers, 1979 Yasuda, Nobuyuki, “Law and Development in ASEN Countries,” ASEN Economic Bulletin, November 1993 459-469. Yavari, Neguin, “Muslim Communities in New York City,” ISIM Newsletter, No. 10 2002 Yemelianva, Galina, “Islam and Power in Post-Communist Islam Russia”, ISIM Newsletter, No. 10 2002
Karenanya masa depan harus dipikirkan dan direncanakan dengan baik, karena kita akan menghabiskan seluruh hidup kita disana.[3] 7 (tujuh) Ciri Pendidikan Masa Depan. 1. Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap anak. 2. Keseimbangan beragam kecerdasan (Kognitif, Emosi, dan Spiritual). 3.
- Pikiran manusia kerap dipenuhi dengan bayangan-bayangan di masa depan. Namun terlalu memikirkan masa depan, sama seperti membeli furnitur untuk rumah yang bahkan belum dibangun. Ketika furnitur tersebut berada di tangan, kita tidak punya tempat untuk meletakkannya. Akibatnya, barang-barang itu akan memadati hidup di masa sekarang. Dengan kata lain, terlalu memikirkan masa depan sama artinya dengan mengisi hari-hari dengan pikiran, perhatian, antisipasi, dan kecemasan yang mungkin tidak akan pernah terjadi. Dalam sebuah artikel yang diunggah di About Islam, manusia kerap terburu-buru menuju masa depan demi sesuatu yang disebut sebagai kebaikan. Saat masih anak-anak, tidak sedikit yang ingin cepat besar sehingga bisa bermain dengan teman-teman lain yang lebih saat remaja, kita tidak bisa menunggu untuk menjadi dewasa dan bebas dari batasan orang tua. Nantinya saat dewasa, manusia sudah bermimpi tentang masa pensiun ketika akhirnya dapat menikmati semua waktu luang yang ada. Manusia kerap memiliki kecenderungan bergegas ke masa depan demi kebaikan yang dirasa ada di sana. Tetapi tidak ada yang bisa menjamin hari esok. Tidak ada jaminan apa pun darinya. Ketika kita menaruh terlalu banyak harapan di hari esok, hal ini berisiko membawa hasil yang berbahaya. Manusia akan mulai merasa berhak atas masa depan tertentu yang mungkin tidak pernah masa depan yang diharapkan itu tidak terjadi, manusia bisa menjadi sangat emosional dan sengit. Lebih parah, manusia bisa kehilangan momen menikmati berkah yang didapat di momen saat ini. Allah SWT telah memberi tahu tentang itu dalam Alquran dengan sangat jelas. Dalam QS An-Nahl ayat 1, Allah SWT berfirman, "Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat datangnya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan".Ayat ini mengingatkan tentang sifat Hari Akhir yang tidak diketahui, tetapi juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang akan telah diatur akan datang pada saatnya. Manusia diminta untuk sabar hingga saatnya harus menjalani hidup dengan berpikir dan berharap untuk masa depan, hal ini dapat dilakukan dengan mengingat kita akan menerima yang baik di kehidupan selanjutnya, untuk kebaikan yang kita lakukan dalam kehidupan kita hanya bisa bertemu dengan kesenangan di akhirat dengan mengambil tindakan di masa sekarang. Jadi mari berharap untuk rahmat Allah dan menyerahkan masa depan kehidupan ini kepada kehendak Allah. Alasan lain seorang manusia memikirkan masa depan karena memikirkan kemungkinan kejahatan yang bisa saja terjadi. Sebagai manusia, kita sering menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan hal-hal buruk apa yang akan terjadi di masih anak-anak, kita khawatir tentang waktu tidur dan monster yang mungkin menunggu kita dalam gelap. Sebagai remaja, muncul kekhawatiran akan pekerjaan dan pernikahan. Setelah dewasa, terpikirkan hal-hal seperti kemiskinan, penyakit, dan yang tentang masa depan adalah sesuatu yang hampir semua orang lakukan. Namun tidak peduli berapa banyak asuransi yang dibeli dengan tujuan melindungi diri dari apa yang akan datang, manusia tidak dapat mengubah kehendak Allah SWT untuk masa Muhammad SAW juga tidak bisa mengetahui masa depannya atau mengubahnya. Allah SWT berfirman dalam Alquran QS Al-A'raf ayat 188, "Katakanlah hai Muhammad, "aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".Di balik kekhawatiran-kekhawatiran itu, seharusnya manusia memahami jika setan kerap memanfaatkannya. Seperti Nabi Muhammad, umat-Nya juga tidak memiliki kuasa atas apa yang terjadi di masa depan. Ketika manusia membebani pikirannya tentang hari esok, bisa jadi manusia menjadi mangsa salah satu trik SWT memberi tahu dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 268, "Syaitan menjanjikan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan kikir; sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengatahui". Seringkali, cara ini adalah trik yang efektif. Berapa banyak yang telah melakukan perbuatan haram karena takut akan kemiskinan, sementara ketakutan itu sama artinya dengan kehilangan kesempatan untuk percaya kepada Allah SWT? Berapa banyak manusia yang menjadi kikir karena mereka takut akan malapetaka, sementara pikiran itu menghilangkan kesempatan untuk Allah SWT ganti berkali-kali karena telah berbagi dalam amal? Berapa banyak yang menjadi frustrasi dan kecewa dengan mencoba memaksakan hasil di masa depan yang tidak tertulis, sementara kehilangan berkat saat ini? Kekhawatiran yang ada pada manusia sama saja dengan meremehkan kebijaksanaan dan kemampuan Allah SWT untuk menyediakan masa depan. Jika umat Muslim harus khawatir tentang masa depan, Hari Penghakiman adalah satu-satunya masa depan yang kita tahu pasti dan layak untuk dicemaskan. Manusia bisa berusaha mencegah hasil yang buruk dengan mengambil tindakan saat ini. Takutlah akan hukuman Allah dan tinggalkan urusan masa depan kehidupan sesuai atas kehendak Allah SWT. Yang bisa manusia lakukan saat ini hanyalah bersiap dan biarkan mengalir seperti yang telah ditetapkan. Namun, bukan berarti pula menusia berpasrah tanpa berusaha. Berusaha mencari cara adalah bagian dari kehidupan. Seperti yang kita lihat dalam hadits riwayat Tirmidzi berikut "Suatu hari Nabi Muhammad melihat seorang Badui meninggalkan untanya tanpa mengikatnya. Nabi lantas bertanya kepada orang Badui itu 'Mengapa kamu tidak mengikat unta kamu?' Orang Badui itu menjawab 'Saya menaruh kepercayaan pada Allah'. Nabi kemudian berkata Ikatkan unta Anda terlebih dahulu, kemudian taruh kepercayaan Anda kepada Allah". Dalam hidup, manusia harus mencari cara memudahkan kehidupan. Meninggalkan masa depan bukan berarti tidak melindungi diri sendiri dari bahaya kehilangan milik kita. Ketika manusia menyibukkan pikiran dengan masa depan, terkadang membuat kita melupakan kebijaksanaan dan kemampuan tertinggi Allah SWT. Manusia jadi merindukan berkah masa kini; membuang-buang waktu, dan kehilangan kesempatan mempersiapkan akhirat. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
BnGzR. n53676eni5.pages.dev/208n53676eni5.pages.dev/398n53676eni5.pages.dev/188n53676eni5.pages.dev/194n53676eni5.pages.dev/180n53676eni5.pages.dev/180n53676eni5.pages.dev/387n53676eni5.pages.dev/9n53676eni5.pages.dev/76
masa depan dunia menurut islam